Total Tayangan Halaman

Senin, 31 Januari 2011

MEMPRIHATINKAN


Desa Tegaldowo, Rembang
Memprihatinkan, usia SD sudah Banyak yang Menjanda

Temuan seorang mahasiswi ketika kerja sosial di Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Rembang ini sungguh memprihatinkan. Mungkin di berbagai daerah di pedesaan-pedesaan fenomena nikah pada usia kanak-kanak, lalu sebentar kemudian bercerai bukan hal aneh. Tetapi benarkan masih ada di era modern ini??

Adalah Ninok, mahasiswi di Yogyakarta yang sedang menjalani kerja sosial mengajari tulis baca hitung (calistung) di Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Rembang ketika menemukan anak-anak kecil jadi pengantin. Saat itu tepatnya pada 2006, ia yang tinggal disebuah rumah penduuduk tempat, di ajak ibu asuhnya menghadiri pernikahan. sampai dirumah yang punya hajat, ia heran karena tak melihat pengantin perempuan di pelaminan. Ketika ditanyakan, induk semangnya menunjuk bocah cilik yang sedang asyik berlarian, bermain petak umpet dengan teman-teman usia sebayanya. 
Melalui blognya Ninok menulis keterkejutannya. Bocah cilik tak lebih dari usia 10 tahun itu sudah dijadikan pengantin? Sedangkan pengantin laki-laki berusia 20-an tahun. “Saya bengong,nggak bias komentar,”tulis Ninok. “Saya yang 20 tahun saja belum berpikir ke sana, apalagi dia?”
Setelah beberapa lama tinggal, ia dibikin terkejut lagi. Beberapa anak SD ditemukan sudah menjadi janda, lainnya ada yang sudah dipanjer (diberi uang tanda jadi-Red) untuk dijadikan istri.”Rupanya tuntutan social yang ada, janda atau duda lebih dihargai dibandingkan masih perawan pada usia 17 tahun”.
Meski sudah menemukan Ninok sudah berlalu 3 tahun lalu, KARTINI penasaran menelusurinya. Sungguh memprihatinkan.

KARENA KEPERCAYAAN TURUN TEMURUN

Mengaitkan nama Desa Tegaldowo dengan pernikahan dini ternyata sudah menjadi rahasia umum di Kabupaten Rembang. “Ini sudah menjadi image buruk bagi desa kami,”ujar Suyanto, Kepala Desa Tegaldowo. “Sebenarnya malu karena di setiap pertemuan sampai tingkat kabupaten, begitu terkenalnya dengan pernikahan muda.”
Pernikahan di usia anak-anak bukanlah hal tabu bagi masyarakat di sana. Malahan orang tualah yang menjadi pelaku terlaksananya pernikahan dini. “Sebenarnya sekarang sudah banyak yang menyadari itu tidak baik,” ujar Suharti (40), seorang yang prihatin dengan desanya.
“Sayangnya tak bias melepaskan diri dari kepercayaan yang mereka yakini. Kepercayaan bahwa apabila mempunyaianak perempuan dan ditanyakan atau diminta seorang laki-laki harus diterima. Apabila menolak, maka tak aka nada yang berani melamar anak perempuan tersebut di kemudian hari.
Para orang tua ini, menurut cerita Suharti, tidak memedulikan apakah si anak mau dinikahkan atau tidak, mengerti atau tidak, pokoknya menikah lantaran sudah ada yang meminta.
“Kalau nanti setelah pernikahan terjadi perceraian, itu tidak masalah. Orang tua lebih menerima anaknya disebut janda ketimbang dipanggil perempuan yang tidak laku-laku. Pada akhirnya memang, tak banyak dijumpai perempuan di tegaldowo yang berusia kepala dua masih lajang.
Orang tua pun akan tetap melansungkan pernikahan meski hatinya mungkin enggan. Sebab menolak berarti membuka perseteruan. Menurut Kasmin (56), salah satu orang tua di sana, dirinya sebagai bapak akan merasa sakit hati kalau misalnya ia melamar, lalu ditolak. “Rasane methu sungu nang ati tur landhep (rasanya tanduk tajam di hati-red),”ujar bapak tiga anak ini.

5 TAHUN TERAKHIR INI ADA PERUBAHAN
 
Bagi para orang tua di sana, pernikahan anak mereka meski dalam usia yang relative muda tak lain demi kebanggaan tau prestise. Apalagi bila si pelamar membawa kerbau sebagai tanda pinangan, menambah sukacita keluarga calaon pengantin perempuan. Dulu sebelum masa reformasi, menurut Suharti, tradisi menikahkan anak perempuan lebih tragis lagi. Cukupa banyak terjadi anak perempuan usia dibawah 12 tahun sudah dinikahkan dengan pria yang berusia 20 tahunan lebuh. Kakak Suharti salah satunya. Saat itu sang kakak berumur 9 tahun sudah dilamar. Pernikahan itu bertahan beberapa bulan saja. Beruntung kakaknya dapat melanjutkan pendidikan lantaran orang tuanya guru.
Wiwik (41) mengisahkan dirinya dulu juga dinikahkan orang tuanya saat berumur 14 tahun dan calon suaminya berusia tiga puluh lima tahun. Ia mengaku dirinya masih bodoh saat itu, namuntak mampu berbuat banyak selain menerima.
Namun ditegaskan Suharti, 5 tahun terakhir ini, menikahkan anak perempuan usia SD sudah jarang bahkan tidak pernah terjadi lagi. Kalau toh Ninok menemukannya, sudah sangat langka. Saat ini usia menikah meningkata pada usia SMP 15-16 tahunan. Meski UU Perkawinan sudah menetapkan menikah di usia menimal 20 tahun, akan tetapi tetap saja marak pernikahan pada usia 18 tahun.
Sekali lagi, ini karena tradisi yang masih kental. Memercayai lamaran adalah hal yang harus diterima, maka tak lain jawaban dari pihak perempuan kecuali mengangguk. Untuk menunjukkan penerimaan, akan dibuat ungkapan syukur yang dikenal dengan istilah ngemblong, berupa pemberian antaran makanan kepada pihak laki-laki.
Diceritakan Suharti, kadang untuk membuat antaran makanan ini pihak perempuan sampai menjual sapid an hasil bumi demi memperlihatkan kebanggan atas lamaran pada anak perempuan mereka. Setelah proses ini, calon pengantin laki-laki lansung dating dan menginap di rumah calonnya. Meski belum ada ikatan pernikahan, bagi mereka setelah proses ngemblong, seolah-olah anak perempuan itu sudah menjadi miliknya. Namun, ada pula yang tetap melewati masa pacaran setelah proses antaran ini.
 
KEBANYAKAN TAK TAHU HARUS MENIKAH

Berdasarkan penelusuran KARTINI di sana, dari informasi kepala desa, sesepuh maupun para orang tua, pernikahan dibawah usia belasan memang sudah tidak ada lagi. Namun tetap saja pernikahan dini- di usia 15 tahunan-masih banyak terjadi. Herannya biarpun sudah usia 15 tahun misalnya, banyak yang tak tahu kalau ia harus menikah.
Ini diceritakan Suharti  yang juga relawan di lembaga swadaya masyarakat LAN Indonesia. Seorang anak usia 14 tahun, sebut namanya Suryati, dinikahkan hari itu. Remaja itu melenggang santai di rumahnya. Ketika seorang kawan dekatnya bertanya, siapakah calon suaminya, Suryati menjawab ringan,”Ah, embun ora eruh (Ah tidak tahu siapa-red), jawabnya masa bodoh dengan pernikahannya hari itu.
Lain pula Parmi (16). Ia yang sebenarnya tidak ingin menikah dengan Tono harus tetap melansungkan pernikahan akibat paksaan san bapak. Pada saat pernikahan, tampak raut wajahnya yang sedih, tapi pasrah menerima nasib. Liat di pelaminan, duduknya pun miringmenjauh dari pengantin laki-laki. Setelah beberapa bulan melansungkan pernikahan, Parmi ingin bercerai, namun sang bapak menghalanginya dengan keras. Atas dasar bakti terhadap orang tua, Parmi pun batal bercerai.
Beda dengan kisah Koko(10), ia yang masih sekolah di kelas lima sekolah dasar satu hari di jemput keluarganya untuk dinikahkan. Koko adalah adik laki-laki Fajar(19), yang kabur saat hari pernikahnnya dengan Yuni (14) sudah dekat. Pihak oran tua Yuni tidak bias menerima kaburnya Fajar. Mereka malu karena sudah mengumumkan pernikahan anak mereka, maka mengancam pihak keluarga Fajar untuk menyediakan pengantin laki-laki siapa pun asalkan tetap ada penganti laki-lakinya. Karena bingung Koko yang masih mengenakan seragam muka dijemput dan dijadikan laki-laki dadakan. Yuni sendiri merasa malu karena harus menikah dengan anak SD, namun apa bias dikata, ayahnya begitu kolot dank eras kepala.
Cerita hidup Surti, Parmi, Rini, dan Yuni hanyalah sebagaian contoh dari realita miris anak-anak perempuan di Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

 
PERMASALAHAN YANG KOMPLEKS

Tegaldowo adalah sebuah desa di Kecamatan Gunem, Rembang. Terletak 37 kilometer dari pusat Kota Rembang. Luas daerah ini 1.061,85 hektar dengan pohon jati milik Perhutani di sepanjang jalan menuju desa. Daerahnya berada di dekat perbatasan Rembang dan Blora. Daerah iniberada di rangkaian Pegunungan Botak, begitu masyarakat menyebutnya, pegunungan yang tersusun dari batu kalsit atau perbukitan kapur.
Tegaldowo juga terkenal karena menjadi arus perlintasan desa-desa sekitarnya. Desa ini begitu sederhana, pasar tradisional di pagi hari menjadi keramaian desa ini. Sedangkan tampilan rumah penduduknya berbentuk joglo khas masyarakat jawa, namun hamper di setiap rumah memiliki ternak seperti sapi atau kambing. Mayoritas penduduk bermatapencaharian sebagai petani.
Selain terpencil, tingkat pendidikan di desa ini juga cukup memprihatinkan. Menurut data tahun 2008, jumlah penduduk yang buta huruf sebanyak 900 orang. Yang tidak tamat sekolah dasar 1637 orang, yang tidak  tamat SLTP 351 orang, dan tidak tamat SLTA 41 orang. Yang melanjutkan sampai perguruan tinggi bisa dihitung dengan jari. Meski demikian, data untuk mereka yang tamat SD pada 2008 sebanyak 2.046 orang. Rendahnya lulusan pendidikan di sana erat kaitannya dengan tradisi menikah muda di desa ini.
Menurut data dari KUA Gunem, dari Januari 2008 sampai Juni 2009 tercatat 21 pernikahan di bawah usia 16 tahun. Hal ini di akui oleh Suyanto, Kepala Desa Tegaldowo. Dirinya menyayangkan maraknya pernikahan dini dan selalu mengadakan penyuluhan dan nasihat kepada warganya. Namun permasalahannya ini tak semudah membalikkan telapak tangan karena telah berlansung lama bahkan sejak dia belum lahir.”pernikahn di bawah 16 tahun memang tidak boleh. Tetapi kalu tidak member stempel, dianggap tidak menjalankan tanggung jawab sebagai abdi masyarakat,” ujarnya berkeluh kesah.
Untuk mengurangi keinginan warganya, Suyanto bekerja sama dengan Kantor Urusan Agama (KUA) di Gunem. Dengan apa adanya tetap mencamtumkan tanggal lahir anak dengan harapan KUA akan menolak permohonan menikahkannya.
Menurut Djabar Alif, SH, Kepala KUA Gunem, pihaknya berusah tegas menolak permohonan pernikahan apabila anak di bawah umur. Meski menolak, KUA memberikan surat dispensasi yang di ajukan ke Pengadilan Agama (PA), yakni surat persetujuan dan peninjauan khusu dari PA. karena keinginan menikahkan anak begitu kuat, proses di pengadilan agama pun di tempuh. Persidangan digelar, hadir calon pengantin untuk ditanyai hakim.
Menurut Ketua PA Rembang, Drs. Zaenal Hakim SH, pihaknya tak serta merta mengabulkan setiap dispensasi yang di ajukan warga.”Banyak yang ditolak terutama yang berusia 12 Thun kebawah,”jelasnya.
Dalam persidangan, lanjut Zaenal, seorang hakim akan mempertanyakan kesiapan secara mental si anak yang akan menikah. Pertanyaannya antar lain berkisar sejauh apa mereka mengerti tentang perkawinan, juga permaslahan sesuatu yang najis memahami atau tidak. Upaya ini ditempuh juga untuk memperlambat perkawinan dini setidaknya sampai umur si anak 16 tahun.
Namun, menurut Bari, Kepala Dusun Nglencong, Tegaldowo, dispensasi hendaknya dihilangkan.”Dispensasi ini justru menjadi celah masyarakat memuluskan menikahkan anaknya yang masih muda,”ujarnya. Selama ada dispensasi ini, katanya pihak desa maupun KUA tidak mampu berbuat apa-apa.
Dilematisnya dispensasi pernikahan, Zaenal Hakim menanggapi bisa direvisi. Namun PA sebagai lembaga di bawah Mahkamah Agung tak dapat mengubahnya. Ia menyarankan agar masyarakat menempuh menyampaikan aspirasinlewat DPR RI, karena PA sekedar melakukan peraturan. Namun,pihaknya mendukung apabila UU perkawinan ini hendak direvisi mengikuti perkembangan zaman.


 
TANGGAPAN SAYA :
Fenomena yang terjadi di Desa TEgaldowo, Rembang yakni pernikahan anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar sungguh sangat mencengangkan. Menjodohkan anak yang masih kecil saja sudah sangat jarang terjadi di abad 21 ini apalagi pernikahan yang terlampau dini. Bagaimana mungkin, di zama semodern ini masih ada orang tua yang taku anak gadisnya yang akan lulus SD menjadi perawan tua lantaran belum dinikahi laki-laki calon suami gadis belia tersebut. Pola pikir masyarakat yang demikian tidak lain karena didasari kepercayaan akan mitos yang menyebutkan jika orang tua yang memiliki anak perempuan yang dilamar pria untuk dinikahi haruslah diterima, jika menolak maka anak perempuan itu takkkan mendapatkan jodoh di kemudian hari.
Perkawinan usia dini yang terjadi di Tegaldowo cenderung di dominasi oleh orang tua anak, terlebih melihat adanya orientasi kebutuhan social orang tua dalam bentuk nilai social dimana anak memiliki nilai tukar yang berharga dalam keluarga ketika anak tersebut telah dikawini oleh anak laki-laki. Namun, pandangan orang tua seolah-olah tidak mengedepankan masa depan kelansungan perkawinan anak itu sendiri, hal ini dapat diliha tdari sikap orang tua yang tidak terbebani dengan status janda atau dudda yang melekat pada diri anak mereka. Jelas pandangan ini berseberangan dengan pandangan umum dimana orang tua akan terbebani ketika anaknya gagal dalam membangun sebuah keluarga. Pandangan umu yang sama juga terlihat pada alas an medis dalam memandang perkawinan yang terlampau dini tersebut. Secara medis, anak perempuan berusia di bawah 16 tahun masih dianggap belum matang secara seksual karena organ reproduksinya belum terbentuk sempurna sehingga tidak d anjurkan untuk menikah.
Adapun dampak psikologis yang timbul akibat pernikahan belia yaitu keterkejutan akan perubahan drastic dalam hidupnya, pada usia tersebut, anak-anak cenderung masih senang bermain dan menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Namun, akibat pernikahan dini tersebut, segala kebebasan dan keceriaan mereka seolah-olah terenggut, gadis-gadis belia tersebut dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka sekarang adalah seorang istri yang bertugas mengurusi pekerjaan rumah tangga dan juga melayani suami. Depresi berat akibat pernikahan dini ini bisa saja terjadi dimana anak akan menarik diri dari pergaulan, menjadi pendiam, bahkan dapat menjadi seorang yang terganggu jiwanya.
Pernikahan dini juga menimbulkan maslah dari segi pendidikan dan kesejahteraan hidup. Kebanyakan para pengantinnya hanyalah lulusan SMP, SMA, atau bahkan siswa yang masi menempuh pendidikan sekolah dasar, minimnya pendidikan berimbas pada semakin sulitnya mendapatkan pekerjaan pendapatan ekonomi keluarga sehigga kesejahteraan hidup merekapun bermasalah.
Menikah itu hak semua orang. Tapi permasalahannya, jika usia terlalu muda apakah mereka siap secar psikologis. Untuk hidup berumah tanggga diperlukan menueluruh, baik jiwa,pikiran,fisik biologis, maupun materi.
Sekian saja tanggapan saya untuk artikel ini. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih juga untuk teman saya AD, atas segala bantuannya. Hhe :)





Rabu, 26 Januari 2011

Desa dan Kota

  
VS


Masyarakat Desa dan Masyarakat Kota
Masyarakat Desa dan Masyarakat Kota


Masyarakat (society) merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan komuniti manusia yang tinggal bersama-sama. Boleh juga dikatakan masyarakat itu merupakan jaringan perhubungan antara pelbagai individu. Dari segi perlaksaan, ia bermaksud sesuatu yang dibuat - atau tidak dibuat - oleh kumpulan orang itu. Masyarakat merupakan subjek utama dalam pengkajian sains sosial.

Perkataan society datang daripada bahasa Latin societas, "perhubungan baik dengan orang lain". Perkataan societas diambil dari socius yang bererti "teman", maka makna masyarakat itu adalah berkait rapat dengan apa yang dikatakan sosial. Ini bermakna telah tersirat dalam kata masyarakat bahawa ahli-ahlinya mempunyai kepentingan dan matlamat yang sama. Maka, masyarakat selalu digunakan untuk menggambarkan rakyat sesebuah negara.


Masyarakat Desa atau masyarakat tradisional dalam kamus sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris, Tradition artinya Adat istiadat dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada beberapa pendapat yang ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu sendiri mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain diantara unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat , kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai ciri yang jelas.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Masyarakat Kota atau juga Urban Community dalam konteks ini saya berpendapat adalah masyarakat yang pada umumnya bermukim atau bertempat tinggal di kota dan juga menjadi masyarakat yang bisa dibilang lebih maju dari pada masyarakat desa dalam hal pendidikan/ekonomi. Pada hakikatnya masyarakat kota lebih di tekankan pada sifat-sifat kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.


Perhatian khusus masyarakat kota tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan dan perumahan, tetapi mempunyai perhatian lebih luas lagi. Orang-orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup, artinya tidak hanya sekedarnya atau apa adanya. Misalkan dalam menghidangkan makanan misalnya, yang di utamakan adalah bahwa makanan yang dihidangkan tersebut memberikan kesan bahwa yang menghidangkannya mempunyai kedudukan sosial yang tinggi. Sedangkan pada masyarakat desa ada kesan bahwa mereka masak makanan itu sendiri tanpa memperdulikan tamu-tamunya suka atau tidak.


Adapun beberapa ciri yang dapat digubakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota adalah, sebagai berikut :
  1. jumlah dan kepadatan penduduknya
  2. lingkungan hidup
  3. mata pencaharian
  4. corak kehidupan sosial
  5. stratifikas sosial
  6. mobilitas sosial
  7. pola interaksi sosial
  8. solidaritas sosial
  9. kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional




PERBEDAAN
No.
Masyarakat Desa
Masyarakat Kota
1.
Perilaku Homogen
Perilaku Heterogen
2.
Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengendalian diri dan kelembagaan
3.
Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan khusus
Perilaku yang berorientasi pada rasionalistas dan fungsi
4.
Isolasi sosial sehingga statik
Mobilitas sosial sehingga dinamik
5.
Kesatuan dan keutuhan kulturat
Kebauran dan diversifikasi kultural
6.
Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular
7.
Kolektivisme
Individualisme





Pelapisan Sosial & Kesamaan Derajat

Jelaskan mengapa dalam masyarakat terjadi pelapisan sosial & kesamaan derajat ? Apa sebab / latar belakang ?

Perlu diketahui di Indonesia sendiri, lingkungan masyarakat terdiri dari bermacam-macam individu-individu. Sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya pelapisan sosial dan kesamaan derajat. Karena indonesia sendiri adalah bangsa yang besar akan segala kebudayaannya.


Pelapisan Sosial

Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat).
Stratifikasi sosial ( Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya pembedaan dan/atau pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas) secara bertingkat. Misalnya: dalam komunitas tersebut ada strata tinggi, strata sedang dan strata rendah. Pembedaan dan/atau pengelompokan ini didasarkan pada adanya suatu simbol -simbol tertentu yang dianggap berharga atau bernilai — baik berharga atau bernilai secara sosial , ekonomi, politik, hukum, budaya maupun dimensi lainnya — dalam suatu kelompok sosial (komunitas). Simbol -simbol tersebut misalnya, kekayaan, pendidikan, jabatan, kesalehan dalam beragama, dan pekerjaan.

Stratifikasi sosial menurut,
1) Pitirim A. Sorokin adalah perbedaan penduduk / masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat (hirarkis).Pitirim A. Sorokin dalam karangannya yang berjudul “Social Stratification” mengatakan bahwa sistem lapisan dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam masyarakat yang hidup teratur.
2) Drs. Robert M.Z. Lawang adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.



TERJADINYA PELAPISAN SOSIAL

Menurut terjadinya Pelapisan Sosial terbagi menjadi 2, yaitu:
– Terjadi dengan Sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena itu sifat yang tanpa disengaja inilah yang membentuk lapisan dan dasar dari pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu, dan kebudayaan masyarakat dimana sistem itu berlaku.
- Terjadi dengan Sengaja
Sistem pelapisan ini dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Dalam sistem ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya kewenangan dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang.
Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara sengaja, mengandung 2 sistem, yaitu:
1) Sistem Fungsional, merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat.
2) Sistem Skalar, merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas ( Vertikal ).


BEBERAPA TEORI TENTANG PELAPISAN SOSIAL


Bentuk konkrit daripada pelapisan masyarakat ada beberapa macam. Ada yang membagi pelapisan masyarakat seperti:
1) Masyarakat terdiri dari Kelas Atas (Upper Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
2) Masyarakat terdiri dari tiga kelas, yaitu Kelas Atas (Upper Class), Kelas Menengah (Middle Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
3) Sementara itu ada pula sering kita dengar : Kelas Atas (Upper Class), Kelas Menengah (Middle Class), Kelas Menengah Ke Bawah (Lower Middle Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
Para pendapat sarjana memiliki tekanan yang berbeda-beda di dalam menyampaikan teori-teori tentang pelapisan masyarakat. seperti:
- Aristoteles membagi masyarakat berdasarkan golongan ekonominya sehingga ada yang kaya, menengah, dan melarat.
-Prof.Dr.Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH.MA menyatakan  bahwa selama didalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya makan barang itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat.
-Vilfredo Pareto menyatakan bahwa ada 2 kelas yang senantiasa berbeda setiap waktu, yaitu golongan elite dan golongan non elite.
-Gaotano Mosoa, sarjana Italia. menyatakan bahwa di dalam seluruh  masyarakat dari masyarakat yang sangat kurang berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul ialah kelas yang pemerintah dan kelas yang diperintah.
-Karl Marx, menjelaskan secara tidak langsung tentang pelapisan masyarakat menggunakan istilah kelas menurut dia, pada pokoknya ada 2 macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyai dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.


Dasar-dasar pembentukan pelapisan sosial

Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut.

Ukuran kekayaan

Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, pa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.
==== Ukuran kekuasaan dan wewenang ====ÂĎ Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.

Ukuran kehormatan

Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.

Ukuran ilmu pengetahuan

Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.




KESAMAAN DERAJAT

Selain dari pada adanya pelapisan sosial. Terdapat juga kesamaan derajat. Apa itu kesamaan derajat ?? Ya kesamaan derajat ialah dimana adalah sifat perhubungan antara manusia dengan lingkungan masyarakat umumnya kesetaraan antar individu artinya orang sebagai anggota masyarakat mempunyai masing-masing hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat,organisasi, poltik maupun terhadap pemerintah negara .

Sedangkan derajat kemanusiaan adalah tingkatan, martabat dan kedudukan manusia
sebagai makhluk Tuhan yang memiliki kemampuan kodrat, hak dan kewajiban azasi.
Dengan adanya persamaan harkat, derajat dan martabat manusia, setiap orang harus
mengakui serta menghormati akan adanya hak-hak, derajat dan martabat manusia. Sikap
ini harus ditumbuhkan dan dipelihara dalam hubungan kemanusiaan, baik dalam
lingkungan keluarga, lembaga pendidikan maupun di lingkungan pergaulan masyarakat.
Manusia dikarunian potensi berpikir, rasa dan cipta, kodrat yang sama sebagai makhluk
pribadi (individu) dan sebagai makhluk masyarakat (sosial).





Negara Indonesia yang kita cintai ini memiliki landasan moral atau hukum tentang
persamaan derajat.
1. Landaasan Ideal: Pancasila
2. Landasan Konstitusional: UUD 1945 yakni:
a. Pembukaan UUD 1945 pada alenia ke-1, 2, 3, dan 4
b. Batang Tubuh (pasal) UUD 1945 yaitu pasal 27, ps. 28, ps. 29, ps. 30, ps. 31, ps.
32, ps.33, dan ps. 34 lihat amandemennya.
3. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN.


Dan dengan ini,kita seharusnya sebagai orang Indonesia harus menjaga nilai-nilai yang terkandung dalam Undang-Undang yang sudah ada.
Jauh dari segala diskriminasi, perbedaan pendapat, prasangka, dan etnosentris.
LOVE INDONESIA ...
hhe

Setiap Tahun 700 Ribu Remaja di Indonesia



Mari membaca..hhe Pada kesempatan ini saya dapat Tugas yang menarik untuk dibaca dan saya harus mengomentari beberapa artikel diantaranya kasus Aborsi yang ada di negrinya. Wow??? Penasaran??? haha
Nyok baca dulu artikelnya. Setiap Tahun 700 ribu remaja Indonesia Melakukan ABORSI.

Kartini menemui dania (bukan nama sebenarnya) di rumahnya. Gadis yang masih duduk di bangku SMP kelas 3 ini mengaku berhubungan seksual dangan teman sekolahnya. Dia baru mengetahui hamil setelah usia kandungannya berjalan 2,5 bulan. Sayangnya sang pacar tak mau bertanggung jawab dengan alasan masih sekolah dan tak siap menikah. Seketika dania merasa takut dan malu ketahuan orang tua dan tetangganya.
Setelah curhat ketemannya, dania di ajak menggugurkan kandungannya pada seorang dukun. Pada awal mei 2008, mereka mendatangi dukun beranak di daerah parung. Setelah membayar Rp 1,5 juta, dania pun ditangani sang dukun.
Jumiati (bukan nama sebenarnya) dukun beranak itu, mengaku pernah belajar soal persalinan dan aborsi dari seorang dokter puskesmas setempat. Jumiati lalu menyuntikkan oxytocin, kemudian memberikan ramuan nanas muda di campur merica. Setelah itu rahimnya di pijat agar janin terlepas dari rahim.
Setelah 45 menit kemudian, mulailah darah segar keluar dari vagina. Secara berurutan keluar gumpalan darah sebesar kepalan tanangan orang dewasa. Disusul cairan darah yang mengalir deras. Jumiati lalu memberi teh hangat dan di suntikan lagi. Proses aborsi berlangsung hampir 2 jam. Dania mengaku sebenarnya tidak kuat menahan sakitnya, sampai – sampai ia harus pingsan ketika menahannya.
Seminggu setelah aborsi, gadis itu merasakan sakit pada perutnya dan sempat kejang. Orang tuanya langsung membawanya ke rumah sakit di bilangan jakarta selatan. Keterangan dokter membuat orang tua dania syok. Bahwa putrinya mengalami pendarahan hebat dan infeksi rahim akibat aborsi.
Dokter menemukan indikasi aborsi yang tidak bersih. Tersisah 3 gumpalan darah sebesar ibu jari dalam rahim. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, gumpalan darah itu menjadi busuk dan memunculkan jamur serta bakteri yang kemudian menyerang rahim yang masih luka. Dania di vonis mengalami cacat rahim permanen dan tidak bisa hamil lagi.
“aku hanya bisa pasrah. Dan sampai saat ini, perutku masih suka sakit, kadang disertai kejang. Sejujurnya, aku merasa malu dan takut kesekolah. Untungnya, orang tuaku masih mau menerima. Malah oleh papa – mama sekolahku di pindahkan. Malu juga kalau terus di sana,”ujarnya lirih. Pertimbangan orang tuanya mungkin agar percaya diri putrinya pulih lagi, semata demi masa depannya yang masih panjang.

23,79% remaja perkotaan siap aborsi


Dania hanyalah satu dari sekian banyak remaja indonesia yang melakukan aborsi. Data dari BKKBN (badan koordinasi keluarga berencana nasional) menyebutkan, di indonesia ada sekitar 64 juta remaja berusia 15-24 tahun, sekitar 87,3% tidak perawan lagi. Sekitar 15 juta perempuan di bawah usia 20 tahun hamil, dan 21,2% dari jumlah tersebut pernah melakukan aborsi. Survei pendasaran lembaga demografi fakultas ekonomi UI tahun 2000 mencacat setiap tahun 700 ribu aborsi yang di lakukan remaja, atau sekitar 30% dari total 2,6 juta kasus aborsi di negeri ini.
Jumlah tersebut hanyalah yang terdeteksi melalui riset di klinik – klinik bersalin, bidan dan rumah sakit. Masih banyak data yang tidak terdeteksi karena para remaja ini cenderung melakukan aborsi dengan cara tidak aman, melalui dukun beranak dan jamu tradisional. Di perkirakan jumlahnya jauh lebih besar dari yang ada.
“aborsi di kalangan remaja umumnyadi latarbelakangi oleh kehamilan tak dikehendaki(KTD),”ujar direktur remaja dan perlindungan hak – hak reproduksi BKKBN, Drs Masri Muadz, MSc. Penyebabnya karena ketidaktahuan bahwa hubungan seksual bisa menyebabkan kehamilan.
Hal itu di akui beberapa pelajar putri, salah satunya adalah susan.”kalau Cuma main(berhubungan seks-red) sekali kan enggak hamil,” ucap susan, ABG yang pernah menjalankan praktik prosestusi di kalangan pelajar ketika diwawancarai KARTINI pada edisi 2257.
Selain itu kata masri, sebagian besar remaja indonesia sedah siap melakukan aborsi akibat seks bebas. Berdasarkan data perkumpulan keluarga berencana indonesia(PKBI) di lima kota di indonesia, 16,35% dari 1.388 remaja telah melakukan hubungan seksual. Di kupang mencapai 42,5%, palembang dan tasikmalaya 17%, singkawang 9% dan cirebon 6,7%. Dari jumlah itu, 23,79% tidak pakai alat kontrasepsi dan tentunya saja siap aborsi apabila hamil.

Akibat cacat permanen dan kematian


Sebab KTD lainnya adalah kekerasan seksual, perkosaan, pelecehan, ancaman seksual dan pelacuran paksa yang di lakukan teman, tetangga, orang tua dan keluarga. Data dari Rifka Annisa Women Crisis Center, 50% dari kasus yang di tangani sampai tahun 2000 korban kekerasan seksual perempuan berusia 15-20 tahun, 66,7% berstatus pelajar dan belum menikah.
Yang memprihatinkan adalah akibat dari aborsi itu sendiri, survei Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2006 menyebutkan, aborsi mengakibatkan 68.000 kematian, jutaan perempuan terluka dan menderita cacat permanen. Kebanyakanterjadi di negara – negara berkembang, termasuk indonesia karena tindakan aborsi yang tidak aman. Dengan kata lain, masa depan mereka pun dipertaruhkan.
Rasa malu, takut di ketahui orang tua atau lingkungan dan biaya yang mahal menjadi penyebab remaja memilih aborsi yang tidak aman. Baik melalui dukun atau praktik-praktik ilegal. Biasanya menggunakan jamu-jamuan seperti ramuan nanas muda dicampur dengan merica atau obat-obatan keras lainnya.
Ada juga yang memijat rahim agar janin terlepas dari rahim(seperti aborsi yang dilakukan jamiatun terhadapt dania-red). Yang lebih parah lagi, ada yang menggunakan alat bantu tradisional semacam bambu runcing yang tidak steril dan alang-alang. Cara-cara itu dapat meimbulkan infeksi, pendarahan, keracunan, akibat obat-oabt yang di gunakan, bahkan bisa berujung pada kematian. Sayangnya remaja, karena ketidaktahuannya, tidak mempertimbangkan resiko sehingga terjadilah hal yang tak diinginkan tersebut.



Upaya BKKBN dan MENNEG Pemberdayaan Perempuan


Sebagai lembaga yang di beri kewenangan untuk menangani masalah alat kontrasepsi, BKKBN bersedia memberikan pelayanan kepada remaja ini. Setidaknya, cara ini bisa meminimalkan jumlah aborsi yang di lakukan pada remaja. Namun, dalam pelaksanaannya BKKBN mengalami dilema. Disatu sisi berupaya menekan tindakan aborsi, disisi lain, KUHP dan undang – undang kesehatan melarang penggunaan alat kontrasepsi pada remaja yang belum menikah.
Karena alat kontrasepsi seperti IUD dapat merusak dinding rahim. Secara mental, remaja yang meggunakan alat kontrasepsi merasa dapat melakukan hubungan seksual aktif tanpa beresiko kehamilan. Sementara agama juga melarang berhubungan seks di luar nikah, pemberian kotrasepsi itu melegalkan para remaja berhubungan seks di luar nikah.”terus terang kami mengalami dilema dalam hal itu. Satu – satunya jalan yang bisa kami lakukan sekarang ini adalah program kesehatan reproduksi remaja (KRR),”ujar Masri Muadz.
Semetara itu, Deputi III perlindungan perempuan kementrian negara pemberdayaan perempuan, Endang susilowati poerjoto mengatakan, kurangnya perlindungan terhadap perempuan menjadi penyebab utama Aborsi. Seringkali remaja putri mendapatkan perlakuan tak senonoh dari teman lelaki, kekerasan seksual dari saudara, tetangga, atau bahkan ayah kandungnya.
“agar kasus seperti itu tidak bertambah, kementrian pemberdayaan perempuan memfasilitasi pendirian badan perlindungan perempuan di 135 kabupaten dan kota. Setiap pemerintah daerah perlu membuat kebijakan berbasis kesetaraan gender. Mereka harus menerapkan zero tolerance pilicy untuk tindak kekerasan terhadap perempuan,”ujarnya.

(Sumber: KARTINI No. 2249 / 2009)


Tanggapan saya :

Setelah saya membaca kasus aborsi yan terdapat pada artikel, ternyata tindakan aborsi sampai saat ini sangatlah serius dan membahayakan. Menurut data, kasus aborsi ternyata masih sangat tinggi, bahkan sampai remaja pun telah melakukan tindakan aborsi.
Menurut saya , perbuatan aborsi dengan tujuan dan maksud tertentu memang ada yang boleh dilakukan dan ada yang tidak boleh dilakukan. Tindakan aborsi boleh dilakukan apbila dalam situasi janin akan mati bersama ibunya, yang apabila tidak dilakukan pengguran dapat mengancam nyawa sang ibu. Tetapi tindakan aborsi tidak diperkenankan apbila kehamilannya tersebut merupakan kehamilan yang tak diinginkan (KTD), yang bisa terjadi akibat seks diluar nikah, alasan ekonomi, dan kegagalan dalam ber-KD. Tindakan aborsi akibat kehamilan yang tak diinginkan inilah yang bertentangan dengan agama, ilmu medis, dan hukum.
Kita seharusnya menghargai kehidupan.janin di dalam kandungan merupakan anugrah yang diberikan Tuhan. Kelahiran seorang bayi adalah pemberian yang luar biasa dari Tuhan. Tuhan tidak pernah memberikan seorang anak jika anak itu akan mengalami kekurangan dalam hidupnya atau menyusahkan ibunya. Aborsi adalah pembunuhan terhadap janin, janin yang kecil sekalipun adalah ciptaan Tuhan. Agama apapun melarang umatnya untuk membunuh.
Aborsi memiliki risiko besar menimbulkan berbagai masalah kesehatan bahkan kematian. Hal ini diakibatkan karena aborsi merupakan tindakan mengeluarkan janin secara paksa dari tubuh ibu, dan biasanya tindakan dilakukan bukan oleh ahli medis. Para wanita hamil yang memiliki pikiran melakukan aborsi tentu jarang sekali yang akan memilih rumah sakit atau klinik dokter untuk menggugurkan kandungannya, hal ini dikarenakan para ahli medis pasti menolak tindakan aborsi akibat kehamilan yang tak diinginkan yang jelas bertentangan dengan kode etik kedokteran. Aborsi dilakukan dengan berbagai cara berbahaya mulai dari menggunakan ramuan dan pil hingga pemakaian ilalang dan gunting. Tidak heran apabila berbagai masalah kesehatan bermuculan pasca aborsi, seperti infeksi, kanker rahim, pendarahan hebat, dan kemandulan permanen. Efek lain yang tak kalah hebat yaitu efek psikologis, dimana wanita yang melakukan aborsi terhadap kandungannya akan mengalami depresi, mimpi buruk bertahun-tahun,penyalahgunaan obat, hingga berpikiran untuk bunuh diri.
Mengingat janin adalah manusia, maka ia memiliki martabat dan hak-hak asasi yang sama dengan kita, terutama hak untukhidup. Aborsi yang dilakukan akibat kehamilan yang tak diinginkan merupakan tindakan pembunuhan,artinya bahwa tindakan aborsi seperti ini dikatakan sebagai tindakan pidana atau kejahatan, dimana ancaman pidana akibat tindakan aborsi ini telah jelas tertera pada pasal-pasal yang bersangkutan.
Aborsi di kalangan remaja yang terus meningkat merupakan realitas dari terjadinya pergeseran moral dan sosial. Kehidupan manusia baru berupa janin dalam rahim ibu patut disambut dengan hormat. Jika gagal menghormati martabat manusia dalam rupa janin, kelak juga pasti akan gagal menghormati martabat orang lain. Oleh karena itu, peran agama dan kontrol sosial dari lingkungan, sekolah, dan terutama keluarga menjadi sangat penting untuk membentuk karakter yang bertanggung jawab terhadap dirinya. Jangan sampai Moral dan Akhlak yang selama ini terjaga semakin hari semakin hancur karena pengawasan dari pihak2 yang lalai.